Adejuve

Cilondok Pasirsalam Mangunreja Tasikmalaya

PELAYANAN PRIMA DI INSTANSI PUBLIK

Instansi publik mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan yang maksimal  kepada masyarakat (pelayanan public). Pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pusat / daerah, BUMN / BUMD dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Keputusan Menpan No. 81/1993). Dalam rangka mewujudkannya, maka diperlukan bentuk pelayanan prima.. Pelayanan prima merupakan bentuk layanan terbaik yang diberikan kepada pelanggan atau masyarakat.  Bentuk layanan ini tentu saja harus sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh masing-masing instansi. Beberapa kasus di bawah ini bisa menjadi contoh nyata layanan instansi publik terhadap masyarakat (pelanggan).

Kasus pertama, di sebuah Rumah sakit pemerintah. Ketika sedang berada di ruangan pasien, seorang perawat datang untuk memberikan obat dengan wajah yang ketus. Saya pun bertanya tentang perkembangan kondisi kesehatan saudara saya (pasien), perawat itu kembali dengan wajah yang ketus berucap:”baik”, hanya itu saja yang dia ucapkan. Kasus kedua, ketika saya sampai di sebuah bank swasta, satpam bank tersebut segera membukakan pintu dan menyapa dengan hangat,:”Selamat siang pak, ada yang bisa saya bantu?”. Kata-kata itu terlontar dari mulutnya yang dihiasi dengan senyuman. Dua kasus diatas sungguh bertolak belakang. Pada kasus pertama tergambar jelas bentuk layanan yang buruk. Tentu saja tidak semua perawat rumah sakit seperti itu, itu hanya contoh yang tidak baik. Pada kasus kedua pelayanan yang diberikan sangat baik, konsep pelayanan prima betul-betul tergambar dengan jelas.

Masyarakat sebagai pelanggan harus menjadi fokus layanan. Unsur kepuasan pelanggan menjadi indikator utama keberhasilan sebuah layanan. Banyak fenomena di lapangan yang menggambarkan bahwa layanan instansi public belum maksimal. Keluhan-keluhan muncul yaitu yang pertama seperti yang sudah dibahs di atas  pelayanan di Rumah sakit pemerintah yang menynagkut proses administrasi yang rumit, pelayanan gawat darurat yang lamban, dan sikap para pegawai yang tidak ramah. Fenomena seperti itu sering sekali terdengar. Kedua layanan di instansi pemerintahan diantaranya sikap para pegawai dinas yang acuh dan kurang ramah. Ketika masyarakat datang, para pegawai seolah-olah sibuk dengan pekerjaannya. Dia terus saja memperhatikan layar monitor di komputernya, sementara masyarakat yang datang seakan tidak diperhatikan. Entah apa yang sedang dia kerjakan. Untuk mendapatkan layanan terkadang juga ada biaya administrasi yang harus dikeluarkan. Terdengar juga keluhan bahwa pelanggan/masyarakat harus menunggu dengan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan layanan. pertanyaannya kalau bisa cepat kenapa dibuat lambat?. Permasalahan-permasalahan tersebut bermuara pada sikap petugas yang tidak ramah dan terkadang mempersulit proses layanan.

Melihat fenomena-fenomena di atas, terlihat bahwa pelayanan prima belum dilaksankan secara maksimal di instansi publik. Padahal instansi publik berewajiban memberikan pelayan prima kepada pelanggan(masyarakat), hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pemberdayaan paratur Negara No.63 tahun 2004 yang berbunyi “Hakikat Pelayanan Publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat”. Dalam pelayanan prima kepuasan pelanggan menjadi tujuan utama, kepuasan ini bisa terwujud jika pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Standar pelayanan adalah adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik, dengan memperhatikan baku mutu pelayanan  (LAN RI 2004). Setiap organisasi atau instansi pasti mempunyai standar pelayanan yang bermuara pada prinsip pelayanan prima.

Pelayanan prima bisa diuraikan dalam prinsp-prinsip yaitu kesederhanaan, artinya prosedur peleyanan diselenggarakan secara mudah, tidak berbelit, lancar, cepat, dan mudah dipahami. Kejelasan, yaitu informasi layanan yang diberikan harus secara jelas. Kepastian waktu, artinya pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan jangan sampai membuat pelanggan menunggu secara tidak pasti. Keamanan, dalam arti proses dan hasil layanan harus memberikan rasa aman, nyaman, dan kepastian hokum. Efisien, artinya persyaratan layanan dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan produk layanan dan jangan sampai adanya pengulangan persyaratan. Kelengkapan sarana prasarana, artinya ketersediaan sarana prasarana untuk proses layanan harus mendapat perhatian. Keramahan dan kesopanan, yaitu sikap pegawai yang memberikan layanan harus ramah dan senantiasa antusias dalam memberikan layanan. tanggungjawab terhadap tugas juga menjadi prinsip yang sangat penting, karena jika tanggungjawab dijadikan dasar layanan, maka pelayanan yang diberikan pasti akan maksimal dan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan, artinya pelayanan prima juga telah dilaksankan. Dalam pelayanan prima juga dikenal konsep A6 yaitu Ability yaitu menyangkut kemampuan diri petugas untuk memberikan pelayanan, attitude  yaitu sikap yang ramah dalam memberikan layanan , appearance yaitu penampilan diri yang rapih, attention yaitu menunjukan perhatian kepada pelanggan, action yaitu tindakan yang tepat dalam memeberikan layanan, serta accountability atau tanggungjawab petugas dalam melakasankan tugasnya memberikan layanan.

Vincent Gespersz (1997) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan meliputi dimensi-dimensi sebagai berikut: Pertama, ketepatan waktu pelayanan berkaitan dengan waktu tunggu dan proses layanan. Kedua kualitas pelayanan berkaitan dengan akurasi atau kepetatan pelayanan. Ketiga, kualitas pelayanan berkaitan dengan kesopanan dan keramahan petugas. Keempat, kualitas pelayanan berkaitan dengan tanggung jawab dalam penanganan keluhan pelanggan. Kelima, kualitas pelayanan berkaitan dengan sedikit banyaknya petugas yang melayani serta fasilitas pendukung lainnya. Keenam, kualitas pelayanan berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi, dan petunujuk/panduan lainnya. Ketujuh, serta kualitas pelayanan berhubungan dengan kondisi lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, dan fasilitas lainnya.

Prinsip-prinsip pelayanan prima di atas sama sekali tidak akan berguna jika tidak dilaksanakan, jika hanya jadi bahan  diklat, dan jika hanya dijadikan tulisan di papan tata tertib. Perlu adanya strategi untuk pelaksanaannya. Strategi yang paling mungkin adalah reward and punishment. Dalam hal ini pimpinan mmepunyai peran yang sangat vital. Pimpinan berperan sebagai pemebri reward atau punishment. Pegawai yang telah melaksankan pelayanan dengan baik, maka akan diberi reward. Sebaliknya pegawai yang tidak melaksanakan pelayanan kepada pelanggan secara tidak baik akan mendpatkan punishment atau hukuman. Hukuman yang diberikan bisa berupa teguran lisan, teguran tulisan, pernyataan tidak puas, atau bahkan penundaan promosi jabatan. Untuk melaksankan hal ini tentu harus melalui data yang akurat. Data ini diperoleh dari penilaian kinerja layanan yang dilakukan pegawai. Penilaian bisa langsung dilakukan oleh atasan, atau juga atas penilaian rekan kerja pegawai, dan juga saran atau keluhan dari pelanggan. Keluhan-keluhan dari pelanggan bisa diperoleh melalui kotak saran ataupun sms aduan.

Keluhan masyarakat terhadap pelayanan petugas instansi publik akan menghilang jika petugas mempunyai kesadaran dan keinginan untuk melayanai masyarakat dengan sebaik-baiknya. Ada sebuah slogan yang sudah sangat terkenal yaitu :”Anda puas, saya senang”. Proses layanan yang cepat, mudah, tepat, dan disertai dengan sikap yang ramah menjadi harapan masyarakat. Jika pelayanan yang diberikan sudah seperti itu, maka masyarakat pun akan puas dan senang. Semoga….!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

28 Desember 2013 - Posted by | Alakadarna |

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar